Sorry for that last bullshit post, it's deleted. I was frustrated over some matters... relationships with people in general, what I've done in my 22 years of living... won't attempt to get into details as it would only lead to yet another emo post and this blog is already bad enough without it.
Just to keep my promise earlier here are the rest of the photos from the Solo trip plus some other random photos. All are Neopan Presto 400 taken with FM2 and 50/1.4.
And that's all from the trip.
Next are various snaps from the rest of the roll.
Ara, who will be graduated today (congrats!) and just recently got a D40 as a birthday present. I'd suspect she'll be a happy snapper soon. And yes the focus in this is shite. So is the focus in lots of other frames in this entry.
*emo*
Some street snaps from around Gadjah Mada:
And more familiar faces from architecture campus.
Metty, in a very... uh, Metty-ish pose, I suppose. Hey that rhymes.
Intan who is now a 9-to-5 person.
Mita and Sasha.
Not the most flattering light, but I like it. Perhaps the expression, didn't know she had this kind of smile.
And the all charming Gem to end this entry. Oh and look at that, a proper focus! Gripping.
4 comments:
aduh wid, aku selalu suka foto2mu. Kau suka item putih bgt yaa?
btw pas motret di pasar gede dan tempat2 lain kau ngomong2 dulu gak wid? apa asal jeprat jepret aja? Aku tu suka gak enak, kalo tiba2 ngeluarin kamera trus ntar tiba2 pada nanya "wartawan ya mbak?" padahal mah bukan, cuman mereka jadinya suka gak nyaman, gimana ya wid?
cool B/W set!!
mudah2an muncul.... njajal sik Kang
@mbak Rey:
Thanks. :) Iya aku lebih suka bekerja dengan bw daripada color. Tapi bukan berarti aku nganggep bw itu lebih baik dari color ya... it's just that they're a completely different medium to work with. Akan kelewat panjang kalo kujabarin di sini, mungkin suatu waktu akan kumasukin dalam satu entry aja... kebetulan beberapa waktu lalu aku baru baca satu interview dari seorang fotografer Magnum, Richard Kalvar, yg juga sedikit membahas soal ini dan jawaban Kalvar sedikit banyak sesuai dengan apa yg kurasain.
Soal ijin... hehehe, ini satu hal yg juga sering ditanyain dalam street photography. Di entry ini, kebetulan semua fotonya diambil tanpa minta ijin lebih dulu. Aku sendiri nggak punya patokan pasti dalam nentuin kapan aku harus minta ijin dan kapan aku akan langsung motret. Semua tergantung penilaian kita akan kondisi yg ada di depan kita pada saat itu. Kalo kupikir (dan yg terpenting, kurasain) hal yg paling menarik dari suatu scene di depanku adalah keharmonisan dari suatu momen yg sedang terjadi, atau adanya sebuah juxtaposisi yg tak dibuat-buat dari satu atau beberapa orang subyek dengan lingkungan di sekitarnya, maka aku nggak akan minta ijin karena itu justru akan merusak harmoni yg tadi kurasain itu. Lain lagi kalo misalnya kita ingin memotret seseorang dengan pendekatan portrait, karena kita tertarik dengan karakteristik orang itu, entah itu karakteristik suatu detail visual atau kepribadian orang itu sendiri. Kalo untuk yg seperti itu biasanya aku minta ijin dulu. But I rarely do street portraits.
In any case, selama kita di tempat umum, sebenernya nggak ada larangan motret kok. Kecuali di tempat² yg emang didesain untuk privasi (misal toilet, kamar ganti) Tapi selain itu, bisa dibilang kita emang nggak punya privasi di tempat umum, so we're not doing anything wrong.
Kalo emang ada yg nanyain, jawab aja seperlunya. Look at them in the eyes, don't look away. Mereka akan menilai niatan kita dari perilaku kita. Smiling often helps too. Anggukan kecil dengan senyuman setelah kita memotret (dan mereka tau) seringkali udah cukup. :) As long as you're respectful, most people will respect you back.
Post a Comment